Rabu, 26 November 2014

Mengapa dalam ajaran Islam banyak hal yang dilarang atau serba gak boleh?

Tanya: Mengapa dalam ajaran Islam banyak hal yang dilarang atau serba gak boleh?

Jawab:

Tidak sedikit yang salah sangka terhadap Islam, tak terkecuali adalah orang Islam sendiri.
Ada kaidah bahwa "Semua ibadah asalnya adalah haram, kecuali yang diperintahkan. Dan semua hal selain ibadah adalah dibolehkan, kecuali yang dilarang". Artinya, ibadah yang diperintahkan dengan aturan dan batasan-batasan adalah sedikit. Sedangkan masalah makanan, muamalah dan urusan dunia lainnya yang terlarang hanya sedikit. Jadi pernyataan yang menyatakan "Islam serba gak boleh" adalah sangat tidak beralasan.

Semua hal yang dilarang tentunya kita harus behusnuzan bahwa itu adalah sesuatu yang baik bagi kebaikan kita apabila ditinggalkan. Sebaliknya kita harus memahami bahwa hal-hal yang diperintahkan adalah sangat baik apabila kita laksanakan. Hanya saja kita fokusnya bukan pada prasangka baik, melainkan prasangka buruk dan kemalasan, menggerutu dan kecewa, sehingga sesuatu yang baik bagi kita malah dicemooh dan dianggap menyesakkan dada dan tidak baik.

Ibarat mawar, maka tergantung bagaimana kita merasakan. Sebagian kita mengatakan, "Bunga mawar ini indah, tapi sayang berduri" atau yang lain berujar, "Meski bunga mawar ini berduri, tapi harum dan keindahannya menyenduh hati" Pertanyaannya adalah, apa fokus perhatian kita, "mengeluhkan durinya atau mengagumi keindahan dan harumnya?" tergantung kita bagaimana menilainya.

Kita fokus pada "Perintah Allah itu pasti membawa manfaat" atau "Semua perintah Allah itu membebani dan menyita waktu". Fokus kita adalah keridhoan Allah, berharap surganya Allah SWT.

Minggu, 23 November 2014

Benarkah dibolehkan pacaran, asal mencintai karena Allah?

Soal: Apa yang dimaksud dengan mencintai karena Allah, kalo mencintai karena Allah dibolehkan, berarti apa benar kita dibolehkan pacaran asal niatnya karena Allah?

Jawab:

Pertama. Memang benar orang yang berpacaran diistilahkan dan difahami sebagai dua orang berlainan jenis kelamin yang saling mencintai. Namun makna cinta tidak saja dimaknai "pacaran ansich", tentu masih banyak makna cinta yang lainnya. Seorang ayah mencintai anaknya, seorang tetangga mencintai tetangganya, seorang kakak mencintai adiknya, induk ternak mencintai anak-anaknya, seorang kawan mencintai sahabatnya, dan masih banyak praktik -praktik yang mewakili makna 'cinta'.

Kedua. Pengertian "karena Allah, berarti semua hal itu dilakukan dengan alsan Allah. Melakukan sesuatu karena Allah, berarti harus meninggalkan alasan atau sebab yang lain selain Allah.

Kamis, 20 November 2014

Hukum Pacaran Jarak Jauh

Tanya:
Bagaimana hukumnya pacaran lewat jarak jauh yang kita tidak bernah bertemu, hanya lewat sms, fb, wa, bbm, email atau lewat cara lainnya yang tidak memungkinkan kita bertemu berdua secara langsung?

Jawab :

Islam itu indah dan mudah; menghormati, menjaga, dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kesengsaraan dunia dan akherat. Allah menjaga kita tidak saja saat terjadinya kesesatan, tetapi seringkali telah diberikan sinyal pencegahan.

Rabu, 19 November 2014

Apa maksudnya Pacaran itu sama dengan Ta'aruf dalam ajaran Islam?

Tanya: Bapak, saya mendengar alasan dari mereka-mereka yang membolehkan pacaran katanya dibolehkan dalam ajaran Islam. Alasannya karena dalam Islam ada istilah 'ta'aruf' sebelum khitbah dan akad nikah?

Jawab:

Saya tekankan bahwa praktik pacaran dan istilah pacaran yang kita kenal sampai saat ini adalah sangat jauh dari Islam dan terlarang. Pacaran, maka identik dengan 1.menembak, 2. sepakat, 3. Jadi Pacar dan setelah itu, maka menjadi sah untuk membonceng, bersentuhan, mengelus, membelai,... bahkan maaf mencium dan seterusnya tanpa ikatan dan aturan agama. Sehingga jika telah bosan dan atau ada pilihan lain yang lebih cocok, maka ditinggalkan begitu saja cukup dengan satu kalimat "Lu Gue End" dengan dalih tidak cocok. Islam sangat menghargai dan menghormati wanita.

Astagfirullah, sungguh berlebihan jika semua itu diatasnamakan 'ta'aruf' (mengenal). Karena sebelum pernikahan harus salingng kenal.

Saya membenarkan bahwa sebelum khitbah dan akad nikah seseorang dibolehkan saling kenal dan 'nazhar' (melihat). Namun tetap dalam batas-batas yang diperbolehkan menurut ajaran Islam. Apa itu batasannya? Yakni jika ingin bertemu tidak boleh berduaan, tapi harus ditemani mahram atau orang yang dipercaya. Mengenal dengan cara tidak bertemu pun ada pelluang, misal: dengan bertukar data, mencari info dari orang-orang terdekat, melihat kesibukan dan oraganisasinya, sekolah atau kuliahnya. Baru jika dalam tahap mengenal sudah dirasa cukup,maka baru dimantapkan untuk khitbah (melamar/meminang). 

Jika lamaran diterima, maka disepakatilah jadwal penikahan (akad nikah). Jarak khitbah dengan akad nikah disunnahkan tidak terlalu lama (meskipun lamanya adalah relatif) sehingga tidak menimbulkan fitnah. Selama dalam pinangan, maka seorang calon istri tidak diperkenankan menerima lamaran dari orang lain.

Kesimpulan: Pacaran tidak sama dengan ta'aruf. (Jul)

BBM dan Perangkap Money Illusion


Teman-teman yang belajar ilmu ekonomi tentu ingat dengan konsep money ilusion, konsep ini menggambarkan bahwa orang atau bahkan bisa juga negara atau perusahaan secara psikologis merasa mempunyai lebih banyak uang secara angka nominal tapi tidak secara riil.
Saya termasuk yang khawatir bahwa pemerintah ketika meningkatkan harga BBM ini terperangkap dengan fenomena money ilussion ini. Konon dengan meningkatkan harga BBM sebesar masing-masing Rp 2000 baik untuk solar dan premium pemerintah dikatakan mempunyai uang sekitar 100 triliun yang bisa digunakan untuk membangun infrastruktur dan lain-lain.

Ya Katakanlah benar pemerintah punya uang 100 triliun, tapi pertanyaan riil kah uang itu atau hanya sekedar nominal tapi riil boleh jadi tidak seperti itu bahkan bisa jadi riilnya adalah nol? Mengapa? Anda tahu dengan naiknya BBM, inflasi akan naik. Inflasi naik semua barang-barang akan naik termasuk barang modal. Artinya uang 100 triliun itu tergerus oleh inflasi ketika mau digunakan untuk membeli mesin, semen, barang dan jasa ketika mau digunakan untuk membangun infrastruktur. Katakanlah inflasi 10 persen berarti kekuatan daya beli (riil uang 100 triliun) itu tinggal 90 triliun karena tergerus inflasi.

Kedua, para PNS dan pegawai negara lainnya (TNI-POLRI, pegawai BUMN, pengsiun dll) agar income riilnya tidak tergerus inflasi maka gaji dan honor mereka harus dinaikkan katakanlah setara dengan inflasi yakni naik sebesar 10 persen. Kalau rata-rata pengeluaran rutin pemerintah adalah 40 persen (sekitar 800 triliun) maka penyesuaian karena inflasi untuk pengeluaran rutin negara sebesar 10 persen (sesuai dengan inflasinya) maka uang 100 triliun tadi tergerus lagi kekuatan riil sebesar 80 triliun. Jadi kekuatan uang 100 triliun itu tinggal 100-10-80= 10 triliun.

Ketiga, naiknya BBM berimbas pada kenaikan biaya produksi karena dua hal yakni dampak langsung dari komponen BBM dan dampak tidak langsung karena tuntutan kenaikan upah buruh. Dampak ikutannya akan ada indutri yang kolaps (gulung tikar). Implikasi lanjutnya penerimaan negara melalui pajak juga akan semakin turun. Kalau saat ini penerimaan negara dari pajak adalah sebesar 1246 triliun. Kita ambil yang optimis bahwa kolapsnya industri nasional hanya berdampak sangat kecil terhadap penerimaan pajak katakan hanya turun 1 persen, maka dampak kenaikan BBM telah menurunkan penerimaan pajak sebesar 12,46 triliun.

Jadi kekuatan uang 100 triliun dari menaikkan BBM itu tergerus lagi oleh menurunnya penerimaan negara dari pajak yakni 100-10-80-12,46=-2,46 triliun.

Nah itulah penjelasan singkat tentang money ilussion dalam kontek kenaikan harga BBM, Pemerintah memang punya uang nominal dalam angka sebesar 100 triliun tapi tidak dalam kekuatan uang dalam riilnya. Kekuatan riil uang sebesar nominal 100 triliun bisa nol bahkan negatif tergerus dari konsekunesi kenaikan harga BBM.


By: Andi Irawan

Senin, 03 November 2014

Pisah Ranjang Tapi Masih Satu Rumah

Assalamu`alaikum.
Saya mau nanya tentang hubungan rumah tangga saudara saya. Sudah hampir 4 tahun mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri, tidur sudah pisah ranjang, bahkan suaminya jarang menyentuh sang istri, tapi mereka masih dalam satu rumah. bagaimana hukumnya secara agama?
Kemudian, sang istri selalu meminta cerai namun tidak pernah di kabulkan oleh sang suami. Sang suami hanya
 berkata, "cerai ataupun tidak, tidak ada yang bisa menghalangi saya bertemu dengan anak saya". 
Bagaimana status mereka secara agama, masih suami istri atau sudah cerai? Apa mereka haram masih satu rumah? 
Terimakasih, saya tunggu jawaban atas pertanyaan saya. 

Jawaban
Assalamu`alaikum wr.wb.
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba'du:
Di antara tujuan pernikahan adalah hadirnya ketenangan, cinta kasih, dan rahmah di antara suami dan isteri (QS ar-Rum: 21). Karena itu baik suami maupun isteri dituntut untuk bisa menunaikan hak dan kewajibannya dengan cara yang telah diatur oleh syariat (QS an-NisaL 34).
Namun, Jika salah satu pihak (suami atau isteri) tidak menunaikan kewajibannya serta dalam rumah tangga sudah tidak ada lagi ketenangan dan cinta kasih di antara mereka, maka harus ada upaya dari salah satu atau kedua belah pihak untuk memulihkan kondisi rumah tangga yang tidak sehat tersebut. Entah dengan nasihat, peringatan, pelibatan pihak ketiga yang adil dan bijak, serta doa dst.
Jika berbagai upaya yang diatur oleh syariat masih tidak bisa memulihkan kondisi rumah tangga, maka sikap yang bisa diambil adalah bersabar dengan kondisi tersebut sambil mengharapkan pahala dan menambatkan harapan kepada Allah; atau mengakhirinya dengan sebuah perceraian.  

Inisiatif cerai biasanya datang dari suami. Namun dalam kondisi tertentu ketika suami tidak mau menceraikan, sementara isteri dalam kondisi terzalimi, maka isteri bisa mengambil inisiatif cerai dengan melakukan gugatan cerai ke pengadilan yang disebut dengan khulu'. Hanya saja gugatan cerai tersebut memang harus didasari oleh alasan yang kuat yang dibenarkan oleh agama. 

Di antara alasan yang dibenarkan adalah jika sang suami tidak memenuhi kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin. Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan, "Jika seorang suami tidak memberikan nafkah kepada keluarganya, maka si isteri bisa bersabar atas kondisi tersebut atau bercerai dengannya."

Permintaan cerai isteri harus ditujukan ke pengadilan agama untuk diproses sesuai dengan prosedur syariat. Jika cerai dari suami sudah jatuh dan melewati masa iddah atau gugatan cerai isteri sudah dikabulkan dan disahkan oleh pengadilan agama, maka mereka harus segera berpisah karena bukan lagi suami isteri di mana mereka tidak boleh lagi berkhalwat, menampakkan aurat, bersentuhan, dst. Sehingga kalau mereka masih tinggal dalam satu rumah maka bisa timbul banyak fitnah dan dosa. Sementara terkait dengan anak, hak pengasuhan tergantung pada kondisi anak dan orang tuanya. Yang jelas suami sebagai ayahnya meski misalnya tinggal di tempat lain masih berhak untuk bertemu dan bahkan berkewajiban untuk memberikan nafkah dan perhatian padanya.
Wallahu a'lam.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Sumber: http://www.syariahonline.com

Relativisme dan Tato Bu Menteri (2)

 “...Yang Baik belum tentu Benar di mata Allah...”
Sambungan artikel PERTAMA | ‘Menjadi Liberal Tanpa Sadar'

ADA lima paham berbahaya yang patut dicurigai umat Islam, yang selama ini sudah digencarkan sebagai bentuk penjajahan model baru (neokolonialism) dengan cara menyebarkan ide-ide pemikirannya (ghazwul fikr) terhadap negara-negara lain secara global (globalisasi). Di antaranya;
  • nihilisme (sederhananya, pengingkaran terhadap tuhan)
  • relativisme (tidak ada kebenaran yang mutlak)
  • anti-otoritas (tidak ada klaim kebenaran)
  • pluralisme-multikulturalisme (tidak ada yang paling benar)
  • equality (kesetaraan)
  • feminisme/gender (tidak ada yang fitrah antara laki-laki dan perempuan).
Serbuan paham liberalisme dan relativisme mengguyur umat Islam sampai tak terasa membedakan; tauhid-syirik, haq-bathil, antara iman dan kufur.

Beberapa contoh pernyataan yang terpengaruh paham relativisme adalah seperti ini;
“Manusia itu relatif hanya Tuhan yang mutlak. Jadi, hanya Tuhan saja yang paham kebenaran, sehingga manusia tidak boleh merasa benar sendiri.”
“Meski dia bertato dan merokok, tapi dia seorang milyuner dan dikenal dermawan.”
“Jangan liat chasing nya…..orang begajulan juga bisa sukses, daripada berhijab tapi korupsi.”

Inilah salah satu paham relativisme kebenaran. Cara berpikir relativisme sebenarnya paradoks dengan ucapannya sendiri. Alih-alih opininya benar, namun sesungguhnya ia hanyalah menjadi pembela tanpa celah.

Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya.

Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik. Karena skeptis dan “Menjadi Liberal Tanpa Sadar”, orang sudah tak jernih dan tak mampu mana haq dan mana bathil. Maka, orang berzina, menenggak alkohol, menjual barang haram, pelaku kejahatan, perilaku menyimpang tidak akan dianggap SALAHdan JAHAT, kecuali banyak orang sepakat menyebutnya SALAH dan JAHAT. Semua relatif, dan semua diserahkan “kesepakatan†yang berlaku dan nilai ‘kepantasan’.
Bagi pembela paham liberalisme, tidak penting kerudung-dan jilbabnya karena itu hanya kulit, tapi yang penting baik (isinya). Bagi penganut liberal, tidak penting syariatnya (kulitnya), sebab yang penting hasilnya (isinya).

Bagi kaum liberal juga, tidak penting shalat (karena itu kulit), tapi yang penting ingat Allah (isinya) atau amalnya. Begitulah cara mereka berfikir.Padahal Islam mengarahkan setiap pribadi manusia untuk membina fisik dan jiwanya secara sempurna dan seimbang, tidak timpang pada salah satunya. 

Karena itu, Islam menyeru umatnya berpegang dengan akhlak mulia, sebagaimana disampaikan dalam Alqur'an. Suri teladan umat ini yaitu Rasulullah yang telah disifati oleh Allah dengan firman-Nya;

 “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berada di atas akhlak yang mulia.”  (QS. Al Qalam: 4)

Sa`ad bin Hisyam pernah bertanya kepada `Aisyah rodhiAllahu `anha tentang akhlak Rasulullah, maka `Aisyah rodhiAllahu `anha menjawab, “Akhlak beliau adalah Al Quran.” Lalu Sa`ad berkata, “Sungguh saya ingin berdiri dan tidak lagi menanyakan sesuatu yang lain.” (HR. Muslim)

Jadi ukuran ‘baik’ dan ‘buruk’ bagi umat Islam adalah akhlaq muliaberdasarkan Al-Quran, bukan hanya karena suka berderma atau sekedar sopan. Tak ada artinya di hadapan Allah orang yang sopan, kalem, suka berderma jika semua kegiatannya masih dilarang Allah.

Di Al-Quran, dua kata yang sering muncul bergandengan adalah IMAN dan AMAL SHALIH. ‘Beriman dan beramal shalih’ merupakan salah satu frase yang paling sering digunakan al-Qur’an. Konsep ‘iman’ disebut bersamaan dengan konsep ‘amal shalih’ di 71 tempat dalam al-Qur’an, empat di antaranya disebut bersamaan pula dengan konsep ‘taubat’.

Keterkaitan dua konsep itu diungkapkan secara bervariasi dan yang paling kerap dipakai adalah redaksi “alladzina amanu wa `amilu al-shalihat” yang terulang sebanyak 52 kali,[2] termasuk pada dua surat di muka. Kata “amanu”  sendiri terulang 258 kali dalam al-Qur’an, dan kata “`amilu al-shalihat”  sendiri terulang 53 kali.

Begitu kerapnya ‘iman’ dan ‘amal shalih’ disebut berbarengan, seolah-olah al-Qur’an hendak memberi isyarat bahwa mereka yang beriman bukanlah orang yang beriman kecuali jika mereka memanifestasikan keyakinan “yang mereka miliki di dalam hati“ ke dalam perbuatan tertentu yang “pantas dilabeli predikat“ shalih. Amal shalih, demikian Toshihiko Izutsu, secara singkat adalah iman yang diungkapkan sepenuhnya lewat perbuatan luar. Izutsu melukiskan kaitan antara iman dan amal shalih “seperti bayangan yang mengikuti bentuk bendanya” . [dalam Toshihiko Izutsu, “Konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an” , terj. Agus Fahri Husein dkk, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1983, h. 246]

 “Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” [Alqur'an Surat Ar Ra'd : 29]

Jadi menjadi baik, suka bertetangga, rajin menabung, rajin membantu, baik hati, sopan saja tak cukup dan tidak jadi ukuran di mata Allah. Dia baru dianggap BAIK jika BERIMAN (bertauhid) dan BERAMAL SHALIH (amal/kegiatan/perilakunya harus sesuai syariah). Bahasa kerennya dalam Islam amal harus meliputi 3 hal; Niat (fikrah/konsep/isinya) harus karena Allah, metode (thariqah/kulitnya) juga harus sesuai Allah dan cara (uslub nya) juga harus diridhoi Allah.

Jadi kalau ada orang kaya baik hati, rajin membantu, tapi dagangannya barang haram (apalagi tidak percaya Allah), amalnya tidak akan dinilai Allah. Dalam Surat Al-Furqan ayat 23, Allah Ta`ala menegaskan, “...Kami jadikan amal orang-orang kafir sia-sia bagaikan debu yang beterbangan.”

Islam melihat yang benar tetaplah sebuah kebenaran. Yang buruk tetaplah buruk. Tidak bisalah salah satunya dicampur hanya, karena kelihatannya baik.

Jadi jika ada pernyataan; "Berjilbab, rajin shalat tapi korupsi," jelas itu salah dan keliru!
Tidak berjilbab, bertato, (apalagi jika tak rajin shalat, menjual barang haram, jual kodok), meski dia baik hati di mata tetangga, bahkan sumbangan di kas desa paling banyak, maka kekeliruannya jauh lebih besar dari yang pertama!
Semoga kita tak ‘Menjadi Liberal Tanpa Sadar”!

Oleh: AU Shalahuddin Z
Posted by: oktanhidayat@yahoo.com

Dalil Relativisme dan Tato Bu Menteri (1)

PANAS nya suhu politik tak cukup reda setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan rivalnya Prabowo Subianto, Jumat, 17 Oktober 2014, serta pasca pengumuman Menteri Kabinet Ahad (26/10/2014).

Masyarakat jejaring sosial kembali ‘bersitegang’ dan saling serang, khususnya pasca munculnya pemandangan kurang sedap, di mana salah satu menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK, tepatnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja Jokowi-JK 2014, Susi Pudjiastuti yang tiba-tiba menjadi buah bibir masyarakat setelah merokok di hadapan wartawan usai pelantikan di Istana Merdeka Jakarta. Ia makin menjadi cibiran setelah berbagai media massa mengungkap hal-hal pribadinya, misalnya hobi memasang tato dan pernah menikah dua kali. [baca: Fadhli Zon Sebut Dua Menteri Jokowi Perlu Direvolusi Mental]

Entah karena tak siap menghadapi ‘serangan’ publik, para relawan pendukung Jokowi melalui akun “100 juta LIKE JoKoWi”  tak kalah seru. Hari Selasa (28/10/2014) mereka mengeluarkan topik bertajuk “Kontras Dua Tokoh” . Foto dua orang tokoh wanita; Susi Pudjiastuti (sebelah kiri), dan Ratu Atut Chosiyah (kanan). Dalam foto Susi Pudjiastuti, relawan menuliskan kalimat; “Satu perokok, bertato, 2 kali kawin-cerai, bergajulan tidak berjilbab dan tidak lulus SMA.” Sementara dalam foto Ratu Atut, yang nampak menggunakan jilbab, relawan menuliskan; “Satunya tak merokok, tak bertato, tak kawin cerai, santun, berjilbab pendidikan tinggi dan korupsi.”

Tak lama, para pembela dan pendukung Susi mulai bermunculan dan berkomentar. “Negara butuh petarung sejati, bukan orang munafik” ujar Yusuf Setyobudi. 
Sementara Reni Soekadi mengatakan, “Yg kiri tampil apa adanya dan natural, yg kanan muka topeng polesan duit korupsi!” 
“Dari pada pilih penampilan yang tertutup sopan santun tapi koruptor pemakan uang rakyat.mendingan milih bu Susi…jangan menilai orng dari luar nya saja..tak menjamin penampilan yang cantik berhijab tap hati nya busuk koruptor kelas kakap,” tambah akun Nining Putrie Mss.

Gelombang pembelaan dari pendukung (yang menang Pemilu) datang dari berbagai tempat dan berbagai jabatan. Bahkan pada orang-orang dengan level terdidik, seolah berusaha keras mencari pembenaran.

“Jangan cepat menilai keburukan seseorang. Yang penting ia jujur dengan penampilan, kelakuan dan tentu saja pekerjaannya. Bukan perempuan munafik yang menutup ketidakjujurannya dengan kesantunan, pakaian yang tertutup, jilbab dan segala macam simbol-simbol agama,” bagitu kata seorang manager sebuah perusahaan bonafide.
“Meski dia bertatoo dan merokok, tapi dia seorang milyuner dan dikenal dermawan,” begitu kata yang lainnya.
“Bertato itu urusan dia, yang penting bukan penjahat, dan beliau orang yang sukses karena kerja kerasnya,” tutur Eddy Yusran, pengguna Facebook.

Menjadi Liberal Tanpa Sadar

Di jaman sekarang ini, banyak kita menyaksikan orang pintar “bahkan orang terdidik”masih ikut-ikutan suatu paham atau pemikiran seseorang tokoh tanpa membaca dan menelaah pemikirannya. Kebanyakan masayarakat ikut arus opini. Apa yang dilihat dan dirasakan nampak baik dan masuk akal, namun sesungguhnya sebuah kesesatan.

Jarang sekali masyarakat punya keinginan untuk mencermati secara hati-hati pendapat yang datang dari mana-mana dan mencermati letak kekeliruannya. Kadangkala banyak opini kebencian “seolah masuk akal”sengaja ditanamkan para pemikir, pendukung tokoh untuk memperkuat perilaku sesat kepada para pemujannya.

Salah satu contoh, sering kita baca jargon-jargon yang indah disebarkan untuk mengemas paham sesat. Di antara yang banyak digunakan adalah relativisme dalam kebenaran, sehingga tampak logis dan menarik, padahal sesungguhnya tidak.

Sering ada ungkapan “agama adalah mutlak, sedangkan pemikiran keagamaan adalah relatif, “manusia adalah relatif, karena itu semua pemikiran produk akal manusia adalah relatif juga” , “tafsir adalah produk akal manusia, sehingga tidak bisa mutlak semutlak seperti wahyu itu sendiri”, “selama manusia masih berstatus manusia maka hasil pemikirannya tetap parsial, kontekstual, dan bisa saja keliru.”

Juga jargon-jargon menyesatkan lain, sebagaimana kalimat di tulisan pembuka, “Meski dia bertatoo dan merokok, tapi dia seorang milyuner dan dikenal dermawan.” Sepintas, kata-kata itu terasa logis, dan tampak indah. Jika tidak berhati-hati dan kurang ilmu, maka bukan tidak mungkin seseorang akan terpengaruh.

Relativisme (paham relatif) biasanya masuk ke ranah pemikiran keagamaan. Paham ini memang sangat destruktif terhadap pemikiran Islam, dan juga pada keyakinan iman. Selain menyesatkan, paham seperti ini akan melahirkan orang peragu (tidak memiliki iman).

Dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial. Pandangan ada sejak Protagoras, tokoh Sophis Yunani terkemuka abad 5 SM. Dan di jaman modern ini digunakan sebagai pendekatan ilmiah dalam kajian sosiologi dan antropologi.

“Ensiklopedi Britannica menyatakan bahwa relativisme adalah sebuah pendekatan ilmiah dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi dan antropologi. Relativisme ini tidak dapat dipaksakan sebagai metode untuk mengkaji kitab suci dan teks-teks keislaman (baca: al-Qur’an, Hadits, kitab-kitab tafsir dsb). Sebab, dalam epistemologi Islam, agama bukanlah bagian dari budaya atau di bawah cabang ilmu-ilmu sosial,” [Henri Shalahuddin, dalam Bahaya Relativisme Terhadap Keimanan, Makalah 2007]

Pasca masuknya paham liberalisme dan relativisme ke Indonesia, kaum Muslim terus diguyur aneka rupa pemahaman menyesatkan. Debat saling bela dan saling kecam soal perilaku Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja Jokowi-JK 2014, Susi Pudjiastuti semakin menunjukkan pada kita betrapa banyak orang telah “menjadi liberal tanpa sadar”, hatta dia tokoh Islam sekalipun, bahkan rajin mengaji di masjid.

Akibat memuja pluralisme tanpa sadar, umat Islam susah lagi memebadakan mana furu’ mana ushul, mana tauhid mana syirik, antara haq mana yang bathil, dan ujungnya tak mampu membedakan lagi mana antara iman dan kufur.

Karena itu, seorang cendekiawan Muslim yang dikenal produktif menulis buku, Dr Adian Husaini pernah menyindir, negara harusnya berperan akar tanya banyak warga menjadi ‘liberal tanpa sadar ini. Masalahnya, negara dan pejabat tak lagi peka urusan agama atau aliran. Bahkan apakah rakyatnya menyembah Tuhan atau menyembah Tuyul seolah sudah tak peduli.

*/bersambung...
 “...Yang Baik belum tentu Benar di mata Allah..”

Oleh: AU Shalahuddin Z
Posted by: oktanhidayat@yahoo.com

Minggu, 02 November 2014

Cara Mudah Menulis Cerita versi Boim Lebon

Berbekal dari obrolan bersama Boim Lebon (penulis Lupus) saat perjalanan dari SMA Albanna menuju Bandara dan ceramah di beliau di SMP dan SMA Albanna.

1. Memahami model-model konflik

Yuli: "Tadi disampaikan bahwa sebuah cerita menjadi menarik jika ada konflik. Seperti apa contoh konflik yang paling sederhana itu?"
Boim: "Bapak dulu sewaktu SMP atau SMA pernah menginap di rumah teman?"
Yuli: "Pernah"
Boim: "Apakah orang tua waktu itu mengijinkan?"
Yuli: "Mengijinkan, tentu dengan berbagai pesan, dan saya merasa mereka percaya kepada saya"
Boim: "Sekarang Bapak punya anak remaja?"
Yuli: "Punya"
Boim: "Apakah Bapak mengijinkan anaknya menginap di rumah temannya atau pergi ke suatu tempat bersama teman-temannya?"
Yuli: "Seringkali mengijinkan dan kadang tidak mengijinkan"
Boim: "Sewaktu Bapak mengijinkan, apa ada perasaan gelisah, khawatir, was-was atau perasaan lain yang semacam itu?"
Yuli: "Tentu..."
Boim: "Nah itulah salah satu konflik...anak-anak merasa nggak ada apa-apa, tetapi orang tua bersikeras untuk hati-hati dan seterusnya. Sehingga bagaimana cerita itu diawali dengan konflik, tetapi berakhir dengan penyadaran kedua belah pihak. Tentu dibummbui dengan cerita-cerita lucu, pertengkaran, perdebatan dan sebagaina...sampai ada solusi..."

2. Mengidentifikasi karakter

Setiap manusia akan terlihat mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karakter bisa dipengaruhi oleh asal daerah, usia, jenis kelamin, latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal dsb. Perpaduan dua karakter atau lebih yang berbeda-beda akan memberikan bumbu cerita yang menarik. Contoh: orang Solo yang kalem dan penyabar bertemu dengan orang Ambon yang to the point dan bicaranya keras, perempuan yang penakut bertemu dengan lelaki yang pemberani dst....maka dalam perbincangan dan aktivitasnya akan ditemukan perbedaan-perbedaan karakter yang menarik untuk dibuat cerita.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pembaca

Kebutuhan anak-anak SD tidak sama dengan kebutuhan anak2 remaja (SMP-SMA), kebutuhan anak-anak tidak sama dengan kebutuhan orang tua. Oleh karena itu penulis cerita harus merancang terlebih dulu untuk siapa cerita dibuat.

4. Mengembangkan imajinasi yang terbuka