Rabu, 10 Desember 2014

SEJARAH DESA PEGAYAMAN (DESA ISLAM DI BULELENG BALI)

A. Potret Desa Pegayaman

Desa Pegayaman berada pada keringgian antara 450 sampai 1.200 meter dari permukaan laut dengan kemiringan tanah 33% dan dengan curah hujan normal. luas wilayah desa yang dalam bahasa daerah bali disebut dengan “palemahan desa” seluas 15.84 km2 atau 1.584 ha dengan penduduk pada tahun 2001 sebanyak 1.115 kk yang berbatasan dengan penyanding-penyanding sebagai berikut :
1. di sebelah utara : desa pegadungan (daerah padang bulia)
2. di sebelah timur : desa silangjana
3. di sebelah selatan : desa pancasari
4. di sebelah barat : desa padang bulia dan desa gitgit

Desa Pegayaman dalam tertib wilayah administrasi dibagi empat :
1. dusun atau banjar barat jalan atau dauh mardi yang berpenduduk 100% beragama islam dengan jumlah penduduk sebanyak -+ 300 kk
2. dusun atau banjar timur jalan atau dangin margi yang berpenduduk 100% beragama islam dengan jumlah penduduk -+ 250 kk (kedua dusun tersebut itulah yang dikenal dan disebut Desa Pegayaman yang rumah penduduknya rapat ala kota)
3. dusun atau banjar kubu madya yang berpenduduk 95% beragama islam dengan jumlah penduduk -+ 400 kk dan sisanya 5% beragama hindu
4. dusun atau banjaramerta sari yang berpenduduk 90% beragama hindu dengan jumlah penduduk -+ 165 kk dan sisanya 10% beragama islam.
(kedua dusun tersebut diatas dinamakan palemahan Desa Pegayaman yang rumah dan penduduknya terpencar dan tidak dalam satu komplek perkampungan)

B. Asal Usul Nama Dan Leluhur Pegayaman

Pegayaman mungkin berasal dari kata gayam yang di bali disebut gatep. pohon gatep adalah sejenis tanaman keras yang buahnya dapat dan enak dimakan, versi ke dua sangat dimungkinkan kalau pegayaman berasal dari kata gayaman yaitu nama senjata keris yang populer waktu kerajaan mataram di jawa dibawah kekuasaan raja paku bowono 1 karena leluhur masyarakat Desa Pegayaman yang pertama berasal dari mataram.

Mengenai data kesejarahan leluhur Desa Pegayaman dapat dibaca pada buku sejarah keberadaan ummat islam di bali yang disunting oleh prof.dr. shaleh saidi dan drs. yahya ansori yang diterbitkan oleh mui bai dan atau versi babad buleleng yang tersimpan di gedung kertya singaraja. penulis juga pernah membaca karya tulis anak agung panji tisna seorang pujangga asal singaraja yang mengatakan kalau leluhur masyarakat Desa Pegayaman dikenal dengan sebutan pedaleman solo yang oleh penduduk bali waktu itu, dipanggil dengan sebutan nyama selam. sedangkan didaerah asal mereka bergelar senopati ing alogo sayidin petonogomo. catatan sejarah yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut :


1. Tahun 1478 kerajaan majapahit jatuh dan disusul dengan berdirinya kerajaan-kerajaan islam yang berpusat di demak dan mataram. wktu itu di bali masih berdiri kerajaan gelgel (kelungkung) yang masa keemasan gelgel terjadi pada waktu diperintah oleh dalem waturenggong dengan wilayah kekuasaannya meliputi bali, lombok dan sumbawa. pada waktu kekuasaan dalem waturenggong ini pula telah pernah datang utusan dari mekkah yang sangat mungkin berasal dari demak atau mataram . dalem waturenggong bekuasa tahun 1460-1550 dan pada masa kekuasaannya juga dang hyang nirartha memperkuat hinduisme di bali. bali waktu itu mengalami masa bergolak.

2. Tahun 1580-1665 gelgel diperintah oleh dalem sagening. pada masa dalem sagening berkuasa sering terjadi perang perebutan kekuasaan dengan raja-raja lainnya seperti kerajaan mataram dalam merebut belambangan (banyuwangi) dan dengan kerajaan goa di selawesi dalam merebut lombok dan sumbawa. perang perebutan wilayah pun menjadi melemah setelah kekuasaan gelgel di bali dipegang oleh dalem di made sesudah tahun 1630. i gusti ngurah panji telah diperintah oleh dalem sagening (ayahandanya) yang menguasai seluruh bali, untuk memerintah di bali utara atau buleleng untuk memperkuat daerah kekuasaannya agar tidak diserang pihak luar, maka pada tahun 1584 baginda membentuk pasukan teruna goak yang memperpolitik seni permainan burung gagak-gagakan yang disebut megoak-goakan di desa panji yang masuk wilayah kecamatan sukasada sebagaimana halnya Desa Pegayaman.

3. Tahun 1587 i gusti ngurah panji (raja buleleng) bersama putra baginda yang diiringi oleh pasukan truna goak yang berintikan 2000 orang berangkat perang ke belambangan yang pada waktu itu belambangan dipinpin oleh putra santa guna sebagai senopati mataram. santa guna mengundurkan diri dari pemerintahan belmbangan kemudian pergi bertapa. terjadilah pertempuran hebat yang dimenagnkan oleh i gusti ngurah panji. peperangan ini adalah ekspedisi kedua setelah pertama kalah dan meminta korban matinya putra i gusti ngurah panji yang bernama i gusti ngurah made. berita kemenangan i gusti ngurah panji ini tersebar luas hingga terdengar oleh dalem solo.

4. Untuk menghindari peperangan lebih lanjut maka terjadilah gencatan senjata antara kerajaan buleleng dengan kerajaan mataram yang intinya tidak akan saling menyerang antar kedua kerajaan ini. selanjutnya dalem solo menghadiahkan seekor gajah untuk kendaraan i gusti ngurah panji yang diantarkan oleh tiga orang utusan yang ketiganya itu sudah beragama islam. ada juga versi lain menyebutkan kalau diantara yang mengantarkan gajah itu masih terdapat mereka yang beragama hindu. itulah awal islam masuk di buleleng yang dalam babad buleleng disebut sebagai “si tindih” yang berarti sang pembela.

Mereka yang beragama islam dari jawa itu yang sekaligus sebagai pawang gajah kemudian ditempatkan di banjar jawa singaraja sekarang. di sekitaran banjar jawa singaraja terdapat banjar petak sebagai petak (kandang) gajah dan di dekatnya terdapat nama banjar peguyangan (tempat gajah dimandikan) peguyang bahasa bali yang artinya merebahkan diri di air yang berlumpur). salah seorang dari tiga orang sebagai pawang gajah itu menetap di lingga (di dekat muara sungai mala) banyumala singaraja yang dikenal dengan sebutan pantai lingga yang berasal dari kata prbu lingga atau probolinggo (jatim) asal si pawang. jadi agama islam pertama kali masuk di buleleng bali pada akhir abad ke xv.

C. Berdirinya Desa Pegayaman

Setelah pendatang muslim asal atau utusan dari mataram menetap di banjar jawa singaraja dapat di simpulkan bahwa kedatangan mereka membawa misi damai yang tidak unsure permusuhan apalagi gejala perang. merekapun menjadi menetap dan berkembang dengan jalinan hubungan timbal balik ke pihak penguasa kerajaan.

Selanjutnya dalam satu kesempatan sang raja mengadakan inspeksi lapangan di malam hari, baginda melihat adanya cahaya atau sinar di dahi si pawing gajah yang berlanjut kepada kekhawatiran baginda tidakkah para pendatang itu keenakan, kemudian mengadakan “perebutan kekuasaan”. begitulah yang tumbuh dan berkembang pada banak beliau raja dan tumbuhlah ide dari raja untuk mengadakan musyawarah bersama para pendatang itu. raja menawarkan kepada pihak pendatang untuk suka pindah tempat kea rah selatan sekaligus menjadi tenaga tameng dalam menangkal serangan musuh dari arah selatan. apabila tawaran raja disetujui dan diterima, maka pihak raja memberikan kebebasan mengambil areal atau wilayah palemahan semaunya berapapun luasnya. dilain pihak dengan tawaran yang diberikan oleh pihak raja itu di prediksi akan ditolak mengingat daerah yang akan ditempati pendatang terkenal “angker” sebagai bentuk mengusir secara halus mengingat hubungan yang semula secara baik-baik. dipihak pendatang menyambut tawaran pihak kerajaan dengan rasa suka cita karena mereka adalah para penyamar dari orang kalangan berdarah biru. dibabadlah alas yang di apit dua perbukitan dan dua buah tukad atau sungai besar yang airnya sekarang ini dapat mengairi -+ sepertiga sawah di kabupaten buleleng timur. itulah awal mula berdirinya Desa Pegayaman sekitar tahun 1639. apabila diamati tata letak permukiman peduduk Desa Pegayaman (banjar dauh margi dan dangin margi) yang banyak ada perempatan jalan dan yang membedakannya dengan desa desa sekitarnya bahwa para pendiri Desa Pegayaman mempersiapkan untuk mempersiapkan untuk mendirikan kerajaan baru.

Pendiri Desa Pegayaman berbaur dengan penduduk adsli bali antara lain melalui jalur perkawinan. pergaulanpun terjalin melalui proses akulturasi budaya. setelah masyarakat Desa Pegayaman berkembang didirikanlah apa yang menjadi kebutuhan dan tuntutan seperti adanya kuburan dan masjid. beberapa puluh tahun kemudian datanglah orang dari suku bugis yang berbaur sehingga leluhur orang-orang pegayaman sekarang ini poros leluhur mereka adalah jawa-bali-bugis. mengenai suku bugis khususnya mereka yang ada dan menetap didesa pegyaman,berasal dari ekspedisi raja hasanudin (sulawesi) yang akan menuju jawa atau madura di bawah pinpinan kraeng galessong kandas perahunya di kabupaten buleleng. karena beberapa pertimbangan antara lain kesamaan agama, maka mereka yang terdampar di pantai buleleng di tempatkan di pegayaman. ini dikutip dari tulisan Buya Hamka.
Ada juga analisis yang mengatakan karena orang-orang pegayaman kesaktiannya sulit ditandingi dan sebagai cara menurunkan kadar darah birunya hanya melalui percampuran darah. dikembangkanlah politik divede eteumpera penjajah belanda setelah mengetahui orang suku bugis yang baru dating adalah juga berdarah biru. percampuran darah memang memerlukan penyesuaian barulah diterima. secara lahiriyahnya orang-orang pegayaman penampilan mereka tampak seperti temperamental. disinilah menurut hemat penulis adanya “kekeliruan” cara pendekatan kepada masyarakat Desa Pegayaman yang dilakukan oleh berbagai pihak, terutama oleh pihak pemerintah dan penegak hukum. karena melihat kulitnya saja seperti buah durian yang berduri, padahal isinya sangat enak sekali. masyarakat Desa Pegayaman harus didekati secara cultural dengan mengingat latar belakang kesejarahannya.

D. Pegayaman Kota Santri

Sesungguhnya islam tidak memisahkan pengetahuan agama dengan pengetahuan umum sehingga dasar pemahaman yang demikian menjadi mendarah daging karena di indonesia selama ini dikotomis pendidikan agama dan pendidikan umum telah mapan dan sulit dirubah. madrasah yang diartikam mengajarkan 50% agama dan 50% umum, hendaknya diartikan mengajarkan ilmu agama 100% dan umum 100% karena ilmu umum bagian dari ilmu agama yang tidak harus dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Pondok berarti menampung sementara dan pesantren berarti tempat para santri,sedangkan santri berarti pelajar yang menuntut ilmu agama islam. tidak ada perbedaan yang berarti antara sebutan pondok atau psantren karena keduanya merujuk kepada satu pengertian yang sama.. menurut sejarah berdirinya suatu pondok pesantren didahului seorang kyai kemudian dating beberapa santri yang ingin menuntut ilmu dari kyai tadi. secara depinitif pengertian pesantren adalah sebagai “lembaga pendidikan agama islam” dengan system asrama atau pondok dimana kyai merupakan figure sentralnya, masjid sebagai kegiatan utamanya. maka kyai, santri dan masjid, pondok dan pendidikan agama islam adalah unsure terpenting dalam pondok pesantren. itulah definisi yang disampaikan dan diajarkan oleh pengajar dan pendidik.

dari uraian diatas maka tidaklah berlebihan apabila keberadaan perkampungan dengan rumah yang rapat dan berpenduduk padat yang dalam kamus dikatakan kota kemudian menyebut dan mengenal Desa Pegayaman sebagai kota santri di pulau bali didaerah pedalaman yang dikitari oleh desa-desa lain yang mayoritas agama hindu.

E. Adat Istiadat Masyaradesa Pegayaman

Masyarakat Desa Pegayaman yang hidup bersama satu komunitas didaerah pedalaman yang setelah tahun 1970-an baru bisa dijangkau dengan kendaraan bermotor, boleh dikatakan terisolir dari hiruk pikuk kehidupan dunia luar. masyarakat yang pada umumnya hidup dari penghasilan pertnian yang berarti sangat ditentukan oleh banyak sedikitnya hasil panen serta naik turunnya gejolak harga tetap rukun dan guyub dalam satu kesatuan social. diDesa Pegayaman, menamakan anak sebagaimana dibalai pada umumnya dengan nama depan wayan, nengah, nyoman dan ketut. bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa daerah bali tingkat madya dengan aksen atau lagu tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya apalagi dengan mereka yang berada di pesisir , sosiolinguistik yang telah menjadi kajian dan atau penelitian dari fakultas sastra universitas udayana. terkait dengan penggunaan bahasa sehar-hari juga perlu diketahui oleh pihak-pihak yang ingin mengenal adat istiadat masyarakat Desa Pegayaman Desa Pegayaman yaitu dengan variasi makanan yang dikenal dengan seni kuliner khususnya sebagai kajian atau sajian pada hari raya. jenis makanan di Desa Pegayaman antara lain nasi gurih, rumbah jeruk atau trengtengan serta sate gempol (daging rusa yang dicampur dengan kelapa) yang hanya ada diDesa Pegayaman yang daam penyuguhannya memakai talam yang ditutupi saab, sebuah tutup tempayan khas bali.

Dalam prosesi pernikahan berlaku kaedah bahwa “adat berpangku syara’ dan syara’ berpangku kitab”. pernikahan sebagaimana ketentuan agama islam mempunyai apa yang disebut rukun nikah, yang tidak boleh tidaksemua unsure harus ada yaitu adanya wali nikah, calon mempelai (calon suami) dan dua orang saksi serta adanya ijab qabulpada masyarakat Desa Pegayaman prosesi pernikahan dikemas dalam bentuk adat bertingkat minimal tiga tinggkatan. pertama – tama keluarga calon suami dating ke rumah calon istri yang disebut membawa base tampin menanyakan status calon istri “tidakkah sudah ada yang punya” dengan menunggu jawaban dari pihak keluarga calon istri atas maksud dan pertanyaan dari calon suami. kemudian keluarga calon suami dating kembali untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan pada kedatangannya yang pertma. kalau keluarga calon istri mengatakan bahwa yang bersangkutan yakni calon istri masih single dan belum ada yang punya diteruskan dengan menyampaikan salam bahwa “si anu” ada kemauan meminangnya untuk dijadikan sebagai pendamping alias menjadi istrinya. pihak keluarga calon istri pun kembali meminta tempo akan menanyakan keada “si ani” apakah dirinya mau atau tidak menerima pinangan tersebut. pihak keluarga calon suami akan dating lagi untuk ketiga kalinya yang apabila telah acc selanjutnya kedua belah pihak menentukan hari pinangan terakhir yang disebut ”nyangkreb”. nyangkreb sebagai pinangan terakhir membahas tiga materi bahasan dengan menghadirkan keluarga dekat kedua belah pihak dan tetanggga serta mereka yang diDesa Pegayaman di sebut penggelingsir.

Prosesi sebelum perkawinan disebutkan diatas dibolehkan disingkat dengan menggabungkan yang pertama dan yang ke dua. yang dating menemui pihak keluarga calon istri dan dan yang menerima dari pihak calon istri harus orang tuanya, apabila tidak, maka harus dari keluarga yang ada garis laki-laki yang di Desa Pegayaman di sebut dengan kodagan. pada waktu acara nyangkreb dari pihak calon suami membawa antaran berupa jajan khas bali seperti jajan celorot dan jajan bantal secukupnya memperhatikan banyaknya undangan oleh pihak keluarga calon istri. sedangkan dari keluarga calon suami jumlahnya tidaklah terlalu banyak, namun apabila banyak, maka hanya ikut bersila yakni duduk dalam forum resmi.

Materi yang dimusyawarahkan dalam acara nyangkreb ada tiga yaitu mengenal pasangan calon suami istri (ta’arruf) dan menyamakan pendapat mengenai mahar, antaran dan hari pelaksana akad nikah sesrta dari pihak calon suami meminta kesediaan memberikan perwalian (tafahhum). yang menjadi urusan kelengkapan administrasi dibicarakan besama dibawah yang berarti tidak pada waktu nyangkreb. mateeri terakhir dimaksudkan dengan nyangkreb itu adalah adanya tanggung jawab bersama (takaful). setelah akad nikah akan diteruskan dengan acara ziarah pengantin kepada keluarga pengantin perempuan yang disebut ngunya (mohon maaf dan pernasihatan sambil mengenal keluarga dengan keluarga pengantin perempuan) yang di bali disebut “bebas”dengan membawa jajan clorot dan bantal barulah proses perkawinan dikatakan rampung. pakaian sehari-hari masyarakat Desa Pegayaman memakai sarung dan kopyah bagi kaum laki-laki dan berkerudung bagi kaum perempuan dengan berkebaya.

Masjid merupakan pusat seegala kegiatan keagamaan dan adat. kegiatan mengajar dan belajar al-qur’an, kitab-kitab pengetahuan agama islam yang berbahasa arab dan bahasa melayu berlangsung setiap hari siang dan malam. dalam menyambut dan memperingati hari-hari besar islam atau hari raya dikemas dalam adat istiadat kecuali yang “memang sudah dikaifiatkan oleh aturan islam” seperti eidul fitri dan eidul adha. masyarakat Desa Pegayaman mempunyai tradisi tersendiri dalam menyambut dan memperingati isra’ mi’raj nabi besar muhammad saw. dalam peringatan isra’ mi’raj setiap tangga 27 rajab yang dipusatkan di masjid dimulai pukul 22.00 dan berakhir menjelang waktu subuh dengan membaca kitab kuning dardir. dalam peringantan mauled yang klimaksnya tanggal 12 rabiul awal diperingati dalam “paket pecan peringatan” yang dimualai sejak tanggal 8 rabiul awal yang dikenal dengan sebutan muludan tangal akutus. dimotori oleh sekeha zikir atau gruf zikir yang membawakan risalah rasul dengan membawakan syair lagu mirip mekidung (orang bali hindu). kemudian dilanjutkan dengan hari penapean, hari penyajaan, hari penampahan, hari muludan base dan hari mauled taluh kemudian diakhiri dengan manis muludan yaitu beberapa hari setelah maulid.

Pada malam 12 rabiul awal yang disebut muludan base diadakan masak memasak dirumah penghulu yang memotong hewan sapi yang secara urunan. Malam harinya diiringi pentas seni dari sekeha burdah dengan menggunakan rebana besar dan anggotanya berpakaian ala orang hindu yaitu memakai udeng dan lancingan dan mendendangkan syair kisah rasul juga lagunya mekidung.

Pada hari 13 rabiul awal yang disebut muludan taluh diadakan pawai karnaval yang disebut ta’arruf dengan barisan semua kekuatan potensi yang ada di Desa Pegayaman mulai anak murid sekolah, sekehadrah,sokok yang di dahului barisan para pengelingsir. Sejak pagi harinya sekeha hadrah mengarak sokok dengan berbagai atraksi baris berbaris dan tarian angguk yang dituntun dengan resepsi yang diisi rangkaian hikmah mauled dan hiburan terutama pencak silat serta pembagian telur.semuanya dilaksanakan serempak dan integral yang mengikuti kaedah “bahwa memelihara nilai-nilai yang lama yang baik dan mengambil nilai-nilai yang baru yang lebih baik”.

“INNAMAL MAR’U HADIITSUN BA’DAHU FAKUN HADIETSAN HASANAN LIMAN WA’A” (setiap orang adalah pelaku sejarah maka jadilah pelaku sejarah yang lebih baik untuk generasi pewaris masa depan)

Sumber: Tulisan Alm. Bp H. Raji Jayadi
http://royteguhmusa.wordpress.com/2012/12/13/sejarah-desa-pegayaman/

1 komentar:

Unknown mengatakan...

pak saya mahasiswa pascasarjana ugm yogyakarta pak
pak apakah ada buku resmi terkait profil desa pegayaman, saya berencana akan melakasanakan penelitian disana. dan saya membutuhkan profil lengkap tentang desa tersebut.